banner Iklan

KEMERDEKAAN YANG TIDAK MERDEKA (Sebuah Refleksi)

Foto Ali Akbar Kaimudin (Aktifis/Pegiat Gusdurian)

Oleh : Ali Akbar Kaimudin
Pegiat Gusdurian

OPINI, Gayamnews.com — Tujuh puluh sembilan tahun sudah Indonesia diproklamasikan sebagai Negara yang merdeka, tepatnya 17/08/1945 di Jakarta.

Tanpa melalui suatu rapat akbar untuk dengar pendapat dari masyarakat, tanpa melalui suatu jajak pendapat untuk rakyat berpartisipasi aktif untuk menentukan pilihannya untuk bergabung dengan yang namanya Negara Indonesia, seusai proklamisi, sabang hingga Marauke di klaim sebagai bagian dari teritori Negara republic Indonesia.

17 Agustus 2024 adalah momentum simbolisme kemerdekaan yang ke-79 tahun bagi Indonesia. Lagi lagi adalah sebuah kemerdekaan yang tidak merdeka secara subtantif. 

Hal ini bisa saja kita refleksikan secara jujur dengan pertanyaan kritis. Bahwa Berapa jumlah nyawa dan tetesan darah yang kemudian sampai pada hari ini dibiarkan begitu saja oleh pemerintah Indonesia (Negara)?

Kasus reformasi misalnya, seberapa besar keseriusan Negara untuk menyelesaiklan kasus konflik dan pembantain di Papua yang sampai pada hari ini masih mengalami nasionalisme ganda.

Begitupun dengan Maluku dan Aceh, belum lagi ketidakmerdekaan yang dirasakan oleh pasukan pengibar bendera pusaka merah putih ditengah hari kemerdekaan 17 Agustus 2024 (simbolisme kemerdekaan) akibat dari arahan dan statmen keseragaman yang diultimatumkan oleh Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang tentunya melahirkan sebuah penindasan atas psikologi setiap anak bangsa yang berkeinginan atau bahkan terlanjur terpilih sebagai pasukan Pengibar bendera pusaka Merah Putih di negeri ini, karena sudah diintervensi hak dasarnya sebagai manusia yaitu haknya untuk menutupi aurat.

Polemik seruan melepas jilbab bagi setiap Pasukan pengibar Bendera Pusaka oleh BPIP). Bukankah kemudian hak dasar setiap manusia itu tidak boleh diintervensi oleh orang lain, bahkan Negara sekalipun?

Merdeka bagi rakyat Papua adalah terbunuhnya para aktifis pejuang nasib rakyat, perut buminya yang digerogoti dan dijual kepada Negara Asing bahkan disandra alamnya tanpa sepengetahuan rakyat papua (kasus tersanderanya alam papua oleh PT. Freeport).

Merdeka bagi rakyat papua  adalah wilayahnya yang dibagi-bagi seenaknya oleh pemerintah sekalipun warganya sendiri tidak menyetujui. Dengung kemerdekaan bagi Aceh adalah sebuah tirani yang menghadirkan kekerasan dan menghalalkan pembantaian bagi rakyat sipil.

Pekikan kemerdekaa bagi Maluku adalah tetesan darah dan hilangnya ratusan nyawa anak bangsa akibat perang sipil antar masyarakat yang dibaluti dengan Agama, padahal sesungguhnya itu adalah proipaganda sumberdaya rempah-rempah dan laut (kasus perang tahun 2000 di Maluku).

Dan merdeka bagi pasukan pengibar bendera pusaka adalah tersanderanya atau terjajahnya psikologi Setiap anak bangsa yang menjadi Pasukan pengibar bendera.

Akhirnya sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat, indonesia telah menentukan tujuan nasionalnya sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal itu berart bahwa segenap rakyat dari Sabang sampai Marauke berhak untuk mendapatkan perlindungan dari Negara, dilindungi dari ancaman yang tengah membahayakan mereka, dilindungi dari kepunahan etnis, dilindungi dari haknya menutup aurat, tanpa pandang buluh.

Persoalannya adalah sudahkah semua warga Negara merasakan perlindungan itu ?  wallahu’alambhisawab!!!

*Semua tulisan artikel/opini yang dipublikasikan oleh gayamnews.com adalah tanggungjawab penulis.

Mau berOPINI, kirim tulisan gayam friend ke kontak dibawah ini;

Email: gayamnews@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *