banner Iklan

Bupati Ardiansyah Sulaiman Sebut Pemerintah Telah Mengusulkan 10 MHA Kutim ke Provinsi

sym

Kutim — Sampai saat ini 10 Masyarakat Hukum Adat (MHA)di Kutai Timur telah diusulkan Pemerintah Kabupaten kepada Gubernur ProvinsiKalimantan Timur untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari negara.

Hal itu dipaparkan nomor satu Kabupaten Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman. Ditambahkannya bahwa 10 MHA tersebut telah diverifikasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPM-PDes).

Anatara lain MHA Kayan Umaq Lekan di Desa Miau Baru, 6 Desa di Muara Wahau, selanjutanya adalah MHA Dayak Basap di Tebangan Lembak Bengalon, dan Karangan serta MHA Long Bentuq di Busang.

Keterangan tersebut disampaikan Bupati Ardiansyah Sulaiman tatkala memberi tanggapan atas usulan Ketua Masyarakat Dayak Wehea Ledjie Taq dalam acara gelaran pesta adat dan budaya Wehea, Lom Plai di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau pada Sabtu 20 April 2024.

“Bahwa 10 MHA itu telah diverifikasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) dan telah diajukan ke provinsi (Kaltim). Diharapkan jika semua berkas adminsitrasi lengkap, dalam tahun ini sudah selesai,” katanya.

Lebih jauh Bupati Ardiansyah memaparkan alasan pentingnya adat dan budaya memiliki kekuatan dan status hukum yang jelas karena dapat melindungi beragam keyakinan di masyarakat.

“Mengapa ini penting karena hukum adat itu lahir dan tumbuh kembang di tengah-tengah masyarakat, sebagai pedoman bagi masyarakat setempat,” terangnya.

“Hukum adat inilah yang mengatur secara spesifik kebiasaan-kebiasaan, termasuk ritual keagamaan yang berlaku di tengah komunitas tersebut,” tambah Ardiansyah.

Lebih jauh politisi PKS itu menegaskan, secara “de facto” sejak Oktober 2015 lalu, pesta adat Lom Plai masyarakat adat Dayak Wehea telah diakui UNESCO, lembaga PBB yang mengurus bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai warisan dunia tak benda.

Sebelumnya pada 2006 Pemkab Kutai Timur telah menetapkan Desa Nehas Liah Bing sebagai Desa Budaya dan Konservasi. Dan secara “de jure” prosesnya telah diusulkan ke Provinsi Kalimantan Timur.

Bupati Ardiansyah menambahkan, dengan adanya pengakuan dari negara, masyarakat adat dapat mempertahankan tradisi keberlanjutan “dalam mengelola sumber daya yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat setempat,” tandasnya menerangkan. (ADV)

Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *