Fraksi Gerindra Soroti Ketimpangan Sosial dan Kinerja APBD 2024 Kaltim dalam Rapat Paripurna Ke-19
Samarinda, Gayamnews.com – Dalam Rapat Paripurna ke-19 DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) yang digelar pada Selasa (17/06/2025), anggota Komisi II DPRD Kaltim dari Fraksi Gerindra, Andi Muhammad Afif Raihan Harun, menyampaikan sejumlah kritik tajam terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024.
Afif Harun menggarisbawahi kondisi paradoks yang terjadi di Kaltim. Meskipun provinsi ini berkontribusi sebesar 48,4% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pulau Kalimantan, namun masih ditemukan ketimpangan sosial dan angka pengangguran yang tinggi.
“Pemerintah perlu menjamin akses merata terhadap peluang ekonomi,” tegas Afif di Gedung Utama DPRD Kaltim.
Dalam pandangan Fraksi Gerindra, turunnya tingkat kemiskinan dari 6,11% menjadi 5,78% pada tahun 2024 patut diapresiasi.
Namun demikian, Afif menilai jumlah penduduk miskin yang masih mencapai 221.340 jiwa menunjukkan bahwa pemerataan kesejahteraan belum sepenuhnya tercapai.
Ia juga menyoroti angka pengangguran terbuka Kaltim sebesar 5,14% disebutnya lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di angka 4,91%.
“Ini ironi. Kontributor terbesar PDRB Kalimantan justru punya pengangguran tertinggi. Diperlukan strategi penyerapan tenaga kerja konkret,” tegasnya.
Afif turut menyinggung realisasi kategori pendapatan “lain-lain”, yang baru menyentuh 72,2% dari target Rp202,4 miliar.
Dalam hal ini, ia mendesak adanya evaluasi mendalam terhadap kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dinilai belum menunjukkan hasil optimal.
Ia bahkan membuka opsi perlunya pergantian manajemen bagi BUMD yang mengalami kerugian.
Sorotan lain diarahkan ke sektor belanja, terutama terkait program rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) dan peningkatan kualitas guru.
Fraksi Gerindra meminta agar pemerintah menyampaikan data terperinci mengenai jumlah rumah yang sudah direhabilitasi, baik dari dana APBD maupun kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR).
Mengenai temuan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) yang mencapai Rp2,597 triliun, Afif mengkritik tidak efisiennya penyerapan anggaran yang berdampak pada lesunya roda ekonomi.
“SiLPA tinggi menunjukkan belanja pemerintah tertahan dan gagal menggerakkan ekonomi. Laporan pertanggungjawaban harus memenuhi prinsip akuntabilitas dan konsistensi,” pungkasnya.
Terakhir, Fraksi Gerindra menyerukan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dengan kalangan akademisi dan lembaga riset lokal untuk menghasilkan kajian yang relevan dan aplikatif guna mendukung pembangunan daerah berbasis data dan inovasi. (Adv)
