Legislator Kaltim Kritik Kebijakan yang tidak Menyentuh Subtansi Persoalan, Dorong Reformasi Sistem Penerimaan Siswa Baru
Samarinda, Gayamnews.com – Pergantian nama dari PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) menjadi SPMB (Seleksi Peserta Didik Baru) dianggap tidak menyentuh esensi masalah pendidikan di daerah.
Kritik ini disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan saat ditemui pada Selasa (10/6/2025).
Menurut Agusriansyah, perubahan nomenklatur tersebut justru menunjukkan minimnya komitmen dalam membenahi sistem penerimaan yang lebih adil dan konstitusional.
“Penerimaan siswa baru ini semestinya bukan judulnya saja yang diganti. Dari panitia seleksi penerimaan siswa baru diubah menjadi SPMB, tapi tidak menyelesaikan persoalan substansi yang ada,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara sebagaimana dijamin oleh konstitusi. Ia menawarkan dua hal yang dianggap dapat menunjang kualitas pendidikan di Kaltim.
“Pertama, hierarki peraturan perundang-undangan menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai struktur tertinggi. Di sana jelas termuat tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya.
“Kedua, Pasal 31 UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, baik formal, non-formal, maupun informal. Inilah substansi yang seharusnya menjadi fokus, bukan sekadar membahas pola dan sistem penerimaan yang seringkali tidak menyentuh esensi,” tambahnya.
Ia menilai kebijakan pusat kerap tidak mempertimbangkan kondisi lokal di daerah. Oleh sebab itu, daerah harus diberi ruang untuk menyesuaikan kebijakan pendidikan dengan realita di lapangan.
“Regulasi yang dikeluarkan Menteri Pendidikan bukan bahan baku kaku yang harus dilaksanakan sepenuhnya tanpa pertimbangan. Ada klausul hukum bahwa peraturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya,” kata Agusriansyah.
Agusriansyah kemudian menawarkan dua langkah sebagai solusi, yang menurutnya dapat menjawab tantangan pendidikan di Kaltim secara konkret.
“Pertama, kita perlu membahas Peraturan Gubernur atau bahkan membuat Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur penerimaan siswa baru di Kaltim. Daerah kita perlu pendekatan sendiri berdasarkan situasi lokal dan kearifan setempat,” katanya.
“Kedua, pemerintah harus mempercepat pembangunan sekolah representatif di seluruh Kaltim. Tujuannya agar peserta didik tidak lagi ‘memilih-milih’ sekolah karena semua sudah memiliki sarana-prasarana dan kualitas pendidikan yang setara,” terangnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya aksesibilitas pendidikan yang tidak hanya dilihat dari sisi jarak, tetapi juga dari infrastruktur pendukung.
“Fasilitas inilah yang harus segera diprioritaskan, bukan hanya berkutat pada sistem penerimaan yang tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Ia menegaskan perlunya pembagian peran yang proporsional antara pemerintah pusat dan daerah.
“Pemerintah pusat berwenang menetapkan sistem, tetapi pemerintah daerah yang memahami kondisi sarana-prasarana di lapangan secara persis. Indikator yang dibuat kementerian seringkali hanya cocok untuk perkotaan, padahal setiap wilayah berbeda dan memerlukan perlakuan khusus dalam penerimaan siswa,” tutupnya. (Adv)
