Sengketa Lahan antara Warga dan Keuskupan Agung Samarinda, DPRD Kaltim jadi Mediator
Samarinda, Gayamnews.com – Komisi I DPRD Kalimantan Timur mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) guna menjembatani konflik lahan yang melibatkan Hairil Usman dan pihak Keuskupan Agung Samarinda.
Pertemuan ini berlangsung pada Selasa (17/06/2025) di Gedung E lantai I, Kompleks DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Karang Paci.
Perselisihan tersebut menyangkut sebidang tanah yang terletak di Jalan Damanhuri II, RT 29, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda.
Kedua belah pihak hadir bersama kuasa hukum masing-masing. Hairil Usman didampingi oleh Mukhlis Ramlah, sementara Keuskupan diwakili pengacaranya, Joni Sinatra Ginting.
Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, menyebut RDP ini sebagai upaya mencari titik terang dari persoalan hukum yang telah berlangsung lama.
“Kami mendorong kedua pihak untuk mengikuti jalur hukum yang sesuai dan menghindari potensi provokasi yang dapat memperburuk situasi,” tegasnya.
Agus menambahkan bahwa jalur dialog menjadi langkah penting agar permasalahan tidak terus berlarut dan tetap dalam bingkai hukum yang berlaku.
Dalam sesi penyampaian pendapat, kuasa hukum Hairil Usman membeberkan latar belakang kepemilikan lahan. Ia menyebut bahwa tanah tersebut merupakan milik keluarga kliennya yang diperoleh dari transaksi dengan pihak lain sebelumnya.
“Margaret itu suaminya beli tanah yang dimaksud ya, itu beli dari Almarhum Jagung Hanafiah, itu 20×30, siapa yang beli? Doni Saridin, siapa Doni? Suaminya Margaret, kan sama mereka sampaikan tadi, 20×30 berubah yang dia sampaikan, 3000 sekian-sekian,” kata Hairil.
Ia juga menyampaikan bahwa konflik tersebut sudah mencuat sejak tahun 2017, dan berharap penyelesaiannya tetap mengedepankan dialog demi menjaga hubungan antar pihak tetap harmonis.
“Kami berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa ini secara damai, demi menjaga keharmonisan antara pihak-pihak yang terlibat,” tuturnya.
Dari sisi Keuskupan, Joni Sinatra Ginting menjelaskan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara lokasi tanah yang diklaim dengan data milik Keuskupan.
Hal inilah yang menurutnya menjadi titik utama perbedaan pendapat antara kedua pihak.
“Karena memang lokus daripada masalah ini belum tahu. Karena antara batas yang mereka sampaikan dengan batas yang ada di data kita itu berbeda. Sehingga kalau misalnya mereka tetap berkeras, memang tahapan hukumnya seharusnya bukan kepada keuskupan,” jelas Joni.
“Karena keuskupan itu kan tiba. Sebaiknya awalnya siapa yang membeli dari itu. Seperti itu harus kesana, bukan ke kita. Sehingga kita siap untuk menerimalah,” sambungnya.
Sebagai penutup, Agus Suwandy menyampaikan bahwa DPRD tetap membuka pintu dialog jika mediasi lanjutan dibutuhkan.
“Kami siap membantu setiap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk sengketa tanah, dan tetap terbuka untuk mediasi lebih lanjut agar bisa menemukan solusi yang saling menguntungkan,” pungkasnya. (Adv)
