banner Iklan

Dinkes Kaltim Catat Ada 26 Kasus Kematian Ibu, Berau Terendah

Kaltim,Gayamnew.com– Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat 26 kasus kematian ibu di seluruh wilayah Kaltim sepanjang Mei tahun 2025.

Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin pun mengungkapkan, hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah agar dapat berupaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

“Setiap kasus kematian ibu adalah kehilangan besar dan menjadi indikator dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan,” ujar Jaya di Samarinda, Sabtu, (8/06/2025).

Pihak Dinkes Kaltim melaporkan, Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi daerah dengan jumlah kematian ibu tertinggi, masing-masing menyumbang enam kasus.

Disusul oleh Kota Balikpapan dengan empat kasus, lalu Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, dan Kabupaten Mahakam Ulu masing-masing dua kasus.

Sementara itu, Kutai Timur mencatat angka kematian ibu di bawah tiga kasus, dan Berau mencatat satu kasus kematian ibu.

“Bontang dan Penajam Paser Utara tidak ada kasus kematian ibu,” ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa Dinkes Kaltim terus berupaya menekan angka kematian ibu dengan berbagai program strategis, termasuk mengoptimalkan program pemeriksaan kehamilan rutin, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan persalinan di fasilitas kesehatan, serta memperkuat sistem rujukan terpadu.

Salah satu program yang menjadi fokus adalah Audit Maternal Perinatal Surveilans Respons (AMP-SR).

“Program ini memastikan setiap kasus kematian maternal dan perinatal tidak hanya dicatat, tetapi juga dianalisis penyebabnya secara komprehensif untuk merumuskan rekomendasi perbaikan,” kata Jaya.

AMP-SR merupakan siklus terpadu yang mencakup identifikasi kasus kematian, pelaporan, pengkajian mendalam, hingga respons tindak lanjut.

Data terkini menunjukkan dugaan penyebab kematian ibu di Kaltim didominasi oleh komplikasi non-obstetrik dengan 42 persen dari total kasus.

Kemudian diikuti oleh hipertensi dalam kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 38 persen, serta perdarahan obstetrik 12 persen.

“Data ini menjadi dasar bagi kami untuk melakukan evaluasi mendalam dan menyusun strategi yang lebih efektif ke depan,” tutupnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *