banner Iklan

Kakam Tepian Buah Tepis Kabar Bahwa Penyegelan Lahan Oleh PKH Terjadi di Wilayahnya

Satgas PKH saat memasang plang penertiban kawasan hutan industri di Kecamatan Segah, Senin 16/6/2025 (dok.Istimewa)

Berau,Gayamnews.com – Kepala Kampung (Kakam) Tepian Buah, Kabupaten Berau/, Surya Emi Susanti, membantah kabar terkait penyegelan lahan seluas 10.000 hektare di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang disebut-sebut terjadi di wilayahnya.

Menurut Emi, setelah dilakukan pengecekan langsung ke lokasi, plang penyegelan tersebut ternyata dipasang di wilayah Kampung Gunung Sari, bukan di Kampung Tepian Bua

“Saya sudah cek ke lokasi bahwa plang penertiban tidak terpasang di wilayah kami, melainkan dipasang di wilayah Kampung Gunung Sari. Tapi ada informasi yang menyebut itu dilakukan di wilayah Tepian Buah, itu tidak benar,” jelas Emi melalui saluran telepon kepada gayamnews, pada Kamis (19/06/2025).

Ia mengakui situasi di wilayah setempat sempat memanas menyusul tindakan penyegelan tersebut, terlebih lagi pemerintah kampung tidak mendapatkan pemberitahuan maupun dilibatkan dalam proses pemasangan plang oleh Satgas PKH (Penanganan Kawasan Hutan).

“Kami pemerintah kampung tidak menerima informasi jika akan dilakukan pemasangan plang penertiban, mereka langsung lakukan begitu saja,” ujarnya.

Meski begitu, Emi juga mempertanyakan alasan penyegelan lahan yang selama puluhan tahun telah digarap, ditanami, dan dikelola warga setempat. Ia mengkritisi tindakan pemerintah yang terkesan lambat dalam melakukan pengawasan dan sosialisasi mengenai status kawasan.

“Kenapa lahan itu baru dipermasalahkan setelah puluhan tahun digarap masyarakat? Selama ini ke mana saja pemerintah melalui dinas terkait, bentuk pengawasan mereka seperti apa?” katanya.

Emi menyatakan, Kampung Tepian Buah sebelumnya pernah mengajukan perubahan status kawasan HTI menjadi kawasan yang dapat dikelola masyarakat seluas 3.000 hektare, dan disetujui pemerintah pusat sebanyak 554 hektare.

“Berdasarkan data kami, permohonan kami disetujui presiden dengan luas 554 hektare yang sebagian terdapat dalam APL (Areal Penggunaan Lain). Di samping itu kami juga mendapat sertifikat untuk beberapa ratus bidang,” jelasnya.

Ia juga menilai tuduhan pengelolaan lahan seluas 10.000 hektare oleh masyarakat Kampung Tepian Buah tidak masuk akal, karena luas kampung sendiri hanya sekitar 16.000 hektare.

“Jika ada yang menyebut masyarakat kami menggarap lahan 10.000 hektare, artinya tersisa 6.000 hektare saja wilayah kami. Masuk akal gak?” ujarnya.

Terkait kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, Surya berharap pejabat berwenang dapat datang langsung melihat situasi masyarakat.

“Mudah-mudahan pihak terkait yang menerbitkan kebijakan bisa datang langsung dan melihat keadaan masyarakat seperti apa,” tambahnya.

Emi menambahkan, jika penyegelan tetap dilakukan, pemerintah pusat perlu mempertimbangkan dampak sosial ekonomi bagi warga, termasuk potensi kredit perbankan masyarakat yang selama ini bergantung pada lahan sawit tersebut.

“Kalau sudah seperti ini, sementara kredit yang menjadikan perkebunan sawit sebagai agunan menjadi masalah baru bagi masyarakat, termasuk kebutuhan hidup masyarakat dan biaya pendidikan,” pungkasnya.(*)

Redaksi
Redaksi
Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *