banner Iklan

Ketua DPRD Berau Nilai Kelangkaan Material Pasir dan Koral Hambat Proyek Pembangunan

salah satu tempat penumpukan pasir di Tanjung Redeb (dok.Rin/gayamnews)

Berau, Gayamnwes.com – Kelangkaan material pasir dan koral di Kabupaten Berau kini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Pasalnya, kondisi ini dinilai telah menghambat sejumlah proyek pembangunan.

Apalagi, satu-satunya sumber daya alam (SDA) pasir dan koral di Berau berasal dari sungai, namun aktivitas penambangan kini dihentikan karena alasan hukum dan regulasi, sehingga suplai material menjadi tersendat.

Ketua DPRD Berau, Dedy Okto Nooryanto, mengaku menerima banyak keluhan dari pelaku usaha lokal yang menghubunginya langsung melalui pesan WhatsApp, menyampaikan keresahan mereka terhadap kelangkaan pasir dan koral yang semakin sulit ditemukan di pasaran.

“Permasalahan pasir sementara ini dihentikan oleh pihak keamanan atau kepolisian. Memang saya baca itu ada laporannya,” ujar Dedy kepada media, Sabtu (25/5/2025).

Menurutnya, kondisi ini tak bisa dibiarkan terus terjadi karena bisa berdampak langsung terhadap pembangunan infrastruktur yang tengah berjalan di berbagai wilayah Kabupaten Berau.

“Ini jadi masalah serius karena mengancam lambatnya pembangunan infrastruktur,” tegasnya.

Dedy pun menyampaikan akan segera mendorong rapat bersama jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), yang terdiri dari DPRD, Pemerintah Daerah, Polres, Kejaksaan, dan Kodim. Rapat ini direncanakan digelar pada akhir Mei atau awal Juni 2025 sebagai langkah awal mencari solusi bersama.

Sebagai informasi sebelumnya, Pemkab Berau pernah mengeluarkan kebijakan berupa Surat Edaran (SE) Bupati Nomor 180/32/HK/I/2021 tentang Kegiatan Pengerukan Mineral Bukan Logam dan Batuan (Galian C). Surat ini dikeluarkan sebagai bentuk diskresi sementara pasca rapat dengar pendapat antara Pemkab, DPRD, dan para buruh penambang pasir lokal di Berau pada tahun itu.

Namun, sejak tahun 2022, surat edaran tersebut resmi tidak lagi berlaku karena sifatnya hanya sementara, sampai ada pelaku usaha yang mengurus perizinan formal sesuai aturan yang berlaku.

Meski demikian, Dedy menilai hingga kini belum ada penyelesaian konkret terhadap persoalan ini. Karena hingga 2025 belum ada satupun aktivitas penambangan pasir yang memiliki izin.

“Masalah ini sudah cukup lama, dan sampai hari ini belum ada solusi yang benar-benar tuntas. Buktinya, pengusaha dan masyarakat masih menggantungkan kebutuhan pasir dari para penambang lokal, yang sekarang pun tidak bisa beroperasi,” jelasnya.

Ia kembali menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan keberlangsungan usaha masyarakat, agar pembangunan tidak terganggu dan lapangan kerja tetap terjaga.

“Yang jelas, kita pahami juga bahwa banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor ini. Jadi kami akan mencari solusi yang adil, agar roda pembangunan tetap berjalan dan masyarakat tetap bisa bekerja sesuai aturan yang jelas,” pungkasnya. (*)

Redaksi
Redaksi
Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *