Darlis Pattalongi: Satpol PP Tak Bisa Optimal Tanpa Fasilitas Penunjang
Samarinda, Gayamnews.com – Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi, melontarkan kritik tajam terhadap dua persoalan besar yang hingga kini belum tertangani secara efektif: lemahnya penegakan hukum dan penanganan banjir di Samarinda.
Pernyataannya disampaikan berdasarkan pengalaman langsung sebagai legislator dan warga yang turut terdampak.
Menurut Darlis, persoalan hukum di Indonesia bukan terletak pada kurangnya regulasi, melainkan lemahnya implementasi.
“Negara kita sudah terlalu banyak aturan. Saking banyaknya, ada aturan yang dibuat hari ini, tahun depan dibatalkan. Padahal membuat aturan tidak gampang, butuh biaya, waktu, dan pikiran,” ujarnya, Senin (30/6/2025).
Ia menyebut akar masalah terletak pada integritas. “Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tapi orang pintar yang bertanggung jawab dan berintegritas yang kurang. Makanya yang korupsi-korupsi itu kan orang pintar?” tegasnya.
Darlis juga menyoroti gagalnya penertiban di Jalan A.P.T. Pranoto, Samarinda, yang menurutnya dulu dirancang sebagai jalan percontohan. Namun karena lambatnya tindakan terhadap pedagang kaki lima, kawasan tersebut kini semrawut.
“Mestinya mumpung masih iseng-iseng, masih ditertibkan. Jangan menunggu sampai jualan di situ jadi sumber penghasilan utama. Kalau sudah begitu, kita diajak berprikemanusiaan,” paparnya.
Soal banjir, Darlis tak hanya berbicara sebagai pejabat, tapi juga korban. Ia mengungkapkan bahwa rumahnya sendiri ikut terendam, meski sudah dinaikkan setinggi 65 cm sejak empat tahun lalu.
“Rumah saya kebanjiran sekarang, padahal sudah saya tinggikan 65 cm empat tahun lalu. Saya tidak tahu lagi dari mana dapat dana untuk meninggikannya lebih tinggi,” keluhnya.
Ia mengingatkan bahwa DPRD Kaltim periode 2009-2014 telah mengalokasikan Rp600 miliar dari APBD provinsi untuk penanganan banjir di Samarinda, terutama di kawasan Rapak Dalam yang telah lama ia sebut sebagai titik rawan.
“Saya waktu itu sudah sampaikan ke Pak Gubernur, Rapak Dalam paling rawan. Sekarang terbukti. Banjir di sana bisa tiga hari, tidak seperti di kota yang sehari-dua hari surut,” jelasnya.
Tiga sungai yang disebutnya menjadi kunci penanganan banjir adalah Sungai Tambang Malang, Sungai Rapak Dalam (di belakang Masjid Nurul Jannah hingga SMAN 4), dan Sungai di kawasan Patimura.
“Kalau tiga sungai ini ditangani baik, saya yakin banjir bisa berkurang signifikan,” kata Darlis.
Namun ia menyayangkan semakin banyaknya bangunan liar dan penimbunan yang memperparah kondisi lingkungan. Sebagai solusi, ia menawarkan pendekatan berbasis kearifan lokal: membangun rumah dengan konsep panggung.
“Nenek moyang kita di Samarinda bijaksana, rumah pakai tiang. Kita datang bawa konsep modern: menimbun tanah tinggi-tinggi, akibatnya jalan kebanjiran,” sindirnya.
Ia bahkan mendorong SMAN 4 menjadi percontohan sekolah dengan gedung panggung permanen.
“Memang ongkos lebih mahal sedikit, tapi kita aman,” tambahnya.
Darlis juga telah berdiskusi dengan Wali Kota Samarinda untuk mendorong penanganan kawasan Rapak Dalam, meski ia mengakui adanya hambatan koordinasi.
“Kami di provinsi tidak bisa memperjuangkan sesuatu tanpa tandatangan Walikota,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat dan warga terdampak, ia berharap penanganan banjir di Samarinda bisa lebih serius ke depannya.
“Kita doakan mudah-mudahan ada kebijakan lebih baik,” pungkas Darlis (adv)
