banner Iklan

Masjid Imanudin Berau Masih Berdiri Kokoh Dari Zaman ke Zaman

Masjid Imanudin Gunung Tabur Kabupaten berau (dok.rin/gayamnews)

Berau, Gayamnews.com – Bangunan bersejarah tentunya menjadi salah satu bukti, bahwa ada sebuah perjalanan kehidupan dimasa lampau yang dibuat manusia, sehingga pada masa kini dapat diketahui.

Layaknya sebuah kisah para tokoh blyang menorehkan jasa bagi keberlangsungan hidup manusia, islam di bumi batiwakkal pun tak kalah memiliki cerita penting, untuk diketahui sebagai pengetahuan sejarah.

Bahkan dapat menambah rasa kagum dan penghormatan terhadap para kaum ulama dimasa lampau, karena telah memberikan warisan ilmu, Budaya, agama dan juga bangunan monumental yang membanggakan.

Masjid Imanudin yang terletak di kecamatan Gunung Tabur,Kabupaten Berau atau yang akrab disebut Masjid Basae, merupakan bukti sejarah yang menandai islam tersebar di Kabupaten Berau. Meskipun telah berusia ratusan tahun, namun tak tampak bangunan tersebut lapuk karena dimakan usia.

Aji Suhaidi, yang merupakan Kepala pengelola situs bersejarah museum batiwakkal dan juga pengelolaan masjid tertua yang ada di Berau itu menjelaskan, bahwa masjid Imanudin diambil dari istilah agama yakni iman, sedangkan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Amiruddin, pemimpin ketiga Kesultanan Gunung Tabur.

“Masjid ini bernama Imanudi, jadi nama tersebut diambil dari istilah agama yaitu iman, masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Amiruddin, pemimpin ke tiga dari Kesultanan gunung tabur,” Jelasnya kepada.

“Jadi diperkirakan kalau dalam tahun Hijrah, masjid ini dibangun pada sekitar tahun 1271 atau sekitar tahun 1800an masehi, dapat dikatakan masjid ini adalah masjid yang pertama di kabupaten Berau, sebab dibangun pada masa Kesultanan, dan NKRI Belum merdeka,” Sambungnya.

Para 12 Pegawai

Suhaidi menjelaskan, pada masa itu pihak Kesultanan memiliki istilah yang digunakan untuk kaum agamawan yang mengurusi masjid tersebut, yakni pegawai. Pegawai adalah orang-orang yang bertanggungjawab untuk seluruh aktivitas keagamaan.

Pegawai tersebut berjumlah 12 orang, dimana memiliki peran penting dalam berjalannya aktivitas keagamaan di masjid tersebut, bahkan penyebaran syiar islam di Berau. Tak hanya itu, Pegawai 12 juga adalah para pelaksanaan kerajaan.

“Dikesultanan ada istilah namanya pegawai 12, yaitu pelaksana Kerajaan atau hakim pada jamanya. Pegawai 12 itu intinya terdiri dari 4 orang bilal, 4 orang imam, dan 4 orang khatib,” terangnya.

Apabila salah satu orang ada yang meninggal dunia, maka dari Kesultanan akan melakukan kembali penunjukan pegawai, sebab kata suhaidi 12 pemimpin agama tersebut tidak mengalami kekosongan.

“12 pegawai itu harus lengkap, tidak boleh kurang, apabila ada yang meninggal dunia, maka akan dilakukan penunjukan ulang,” ujarnya.

Suhaidi juga menyebutkan, untuk nama dari pegawai 12 tersebut diantaranya ialah.

“Bilal Cabu, Bilal Lakmat, Bilal Mahlan, Bilal Tayyib,” Sebutnya.

“Khatib Barakkat, Khatib Matsir, Khatib Mandaraksa, Khatib Kahar,” paparnya.
“Imam Medinah, Imam Amboy, Imam Barong, Imam Kanjang,” tutupnya.

Tempat Pemberian Gelar Kehormatan

Tidak hanya tempat melaksanakan ibadah solat 5 waktu, namun pada masa itu pihak Kesultanan menggunakan masjid Imanuddin sebagai tempat acara-acara Kesultanan.

“Selain tempat sholat lima waktu, masjid tersebut digunakan sebagai acara Kesultanan, diantaranya ketika Idul Fitri, biasanya Kesultanan akan memberikan gelar kehormatan pada siapapun masyarakat yang berjasa,” Ungkapnya.

“Gelar itu berupa namanya yang diubah, anggap lah namanya Muhammad Amin, nanti digelar karena dia seorang imam maka misalnya diberikan gelar imam bakkar,atau bilal Lakmat,” Katanya.

Sehingga masyarakat merasa terhormat ketika diberikan gelar tersebut, bahkan menurut cerita gelar yang telah diperoleh, digunakan hingga orang tersebut wafat. (*)

Redaksi
Redaksi
Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *